Rabu, 20 Mei 2015

TUGAS 3 PEREKONOMIAN INDONESIA : AFTA, ACFTA, MEA DAN BONUS DEMOGRAFI



AFTA, ACFTA, MEA
DAN
BONUS DEMOGRAFI

BAB I
PENDAHULUAN

  ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta  serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
Dalam masalah perdagangan, (AFTA) secara terus menerus melakukan berbagai pengurangan tarif terhadap berbagai komoditas. Untuk mendorong ekspor, ASEAN membuka  ASEAN Trade Promotion Center  di Rotterdam dan Tokyo. Pada dasarnya ke sepuluh Negara ASEAN ini memiliki tingkat ekonomi, Sumber Daya Manusia dan perkembangan teknologi yang berbeda. Hal inilah yang mendasari ASEAN pada akhirnya membentuk ASEAN Free Trade Area  (AFTA) pada tahun 1992, dengan penurunan tarif  perdagangan hingga mencapai 0-5% pada tahun 2002. Selain itu, ASEAN juga membentukFree Trade Area (FTA) secara bilateral dengan Negara-negara di Asia Pasifik lainnya. ASEAN lalu melihat potensi perdagangan pada Cina. Perekenomian Cina bisa dikatakan sebagai salah satu yang terkuat dan berpengaruh di dunia. Hal ini terlihat dari masih stabilnya  perekonomian Cina walaupun dimasa krisis global yang melanda dunia saat itu. Dengan  pertimbangan inilah ASEAN akhirnya memutuskan untuk bekerja sama dengan Cina dalam  bidang perdagangan dengan harapan bahwa kekuatan ekonomi Cina bisa memberikan manfaat  bagi Negara-negara ASEAN dan nantinya juga akan membuat perekonomian di Negara-negara ASEAN ikut berkembang. Cina pun melihat dan menyadari bahwa ASEAN merupakan sebuah pasar besar yang sangat potensial, sehingga Cina yang bisa dikatakan sangat aktif dalam memproduksi barang, melihat sebuah peluang bahwa dengan adanya perjanjian kerjasama dalam perdagangan ini akan memudahkan Cina untuk mengekspor barang-barangnya ke Negara-negara ASEAN karena tarif  biaya masuk bisa mencapai 0% sehingga akan sangat mudah bagi ASEAN-Cina untuk melakukan ekspor dan impor.
Tahun 2001 China mengusulkan atas perdagangan bebas antar kawasan ASEAN dan China. China menginginkan suatu kawasan perdagangan bebas yang akhirnya dikenal dengan ACFTA (ASEAN China Free Trade Area). Kesepakatan ACFTA ini di tandatangani pada tahun 2001 pada KTT ASEAN di Vietnam, Laos. Apabila kerja sama ACFTA ini dapat diberlangsungkan maka hambatan tarif dan non-tarif akan di tarik dari negara-negara tersebut., Rencana ASEAN China Free Trade Area (ACFTA ) ini di prioritaskan pada bidang- bidang pertanian, teknologi informasi dan investasi. Salah satu contoh nyata dari kerjasam ACFTA ini adalah dalam bidang ekspor dan impor produk khususnya produk pertanian, yaitu  jika tarif lebih dari 600 produk yang meliputi dari 10 % dari seluruh produk yang diperdagangkan diantara kedua belah pihak telah diturunkan hingga 0 %. Hal ini dilakukan Cina  beberapa tahun sebelum Negara ASEAN melakukan hal yang sama dan membuka pasar mereka  bagi produk ekspor Cina Menurut Rudolfo Soverno mantan Sekjen ASEAN, ACFTA akan memberikan dampak secara keseluruhan bagi kedua belah pihak. Apabila liberalisasi perdagangan atas barang dan jasa yang direncanakan akan terwujud pada tahun 2012, maka area ini akan menjadi sebuah kawasan  perdagangan bebas terbesar di dunia denganperkiraan total 1,23 Triliun dolar.
Perkembangan ekonomi Cina tampaknya tidak terbendung untuk menjadi perekonomian terbesar di dunia dalam dua atau tiga dekade ke depan. Harga produk yang murah dan jenis  produk yang bervariasi serta dukungan penuh pemerintah Cina membuat produk Negara lain sangat sulit untuk bersaing. Pemerintah Amerika Serikat pun pada mulanya berupaya melindungi  perekonomian dalam negerinya dan berusaha menekan Cina, antara lain untuk membiarkan mata uang renminbi menguat dan mengurangi surplus perdagangan. Dalam perkembangannya Amerika Serikat harus realistis bahwa Cina tidak dapat lagi ditekan dan lebih baik bekerjasama dalam memulihkan perekonomian dunia dari krisis global.
Tahun 2015 adalah awal diberlakukannya perdagangan bebas Asean, dalam bingkai Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)/Asean Economic Community(AEC). Dengan platform baru yang hampir menyerupai Masyarakat Ekonomi Eropa/EU, Asean diharapkan akan segera memiliki akses Ekonomi dan diplomasi yang lebih terbuka, solid, merata dan menguntungkan.

Peran serta rakyat di masing-masing negara anggota akan terus didorong untuk menjadi perekat utama Asean sebagai wilayah ekonomi yang semakin borderless. Ada kekhawatiran yang logis menghinggapi para anggotanya. Meskipun ide ini dianggap sebagai jawaban atas tuntutan zaman, namun secara tidak langsung juga akan menggambarkan persaingan yang semakin terbuka. Tidak adanya harmoni dalam hal penerapan subsidi dan pengenaan subsidi terhadap sektor-sektor atau komoditas tertentu, tidak adanya keseragaman terhadap besaran pajak dan pengenaan pajak pada sektor-sektor atau komoditas tertentu, serta adanya disparitas tingkat suku bunga perbankan yang cukup jauh antara negara anggota, telah menjadi salah satu pemicu lahirnya kekhawatiran beberapa kalangan.
            Sebagai contoh, Malaysia menerapkan suku bunga perbankan sebesar 2%, sedangkan Indonesia pada kisaran 10-13%. Kondisi ini melahirkan kekhawatiran di pihak Indonesia yang merasa terancam sektor manufaktur dan sektor-sektor riil lainnya. Namun Malaysia juga merasa khawatir akan mengeluarkan subsidi yang lebih besar lagi, ketika produk-produk yang selama ini dikenakan subsidi mulai berdatangan dari negara Asean lainnya. Pasar tenaga kerja yang murah di Vietnam, Philipine dan Indonesia, adalah kegusaran negara-negara Asean yang minim penduduknya, seperti Malaysia dan Singapore. Selain itu, dengan tingkat suku bunga yang tinggi di Indonesia, sangat dikhawatirkan terjadinya outflow dana masyarakat dari negara-negara Asean yang menerapkan suku bunga rendah ke Indonesia yang bersuku bunga tinggi.
            Bagi Indonesia, hal ini sangat memungkinkan terjadinya fenomena kelebihan likuiditas, mengingat pelaku industri dalam negeri lebih memilih negara yang bersuku bunga rendah. Stabilitas Rupiah akan kembali terancam, sedangkan respon pemerintah dalam menggiatkan pembangunan infrastruktuf masih sangat minim, sehingga iklim usaha biaya tinggi akan menjadi momok bagi perekonomian Indonesia. Satu hal yang menjadi modal penting, kita masih memiliki potensi SDA yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan negara lainnya. Selain itu, pasar domestik yang luas akan menjadi gambaran umum bagi wajah pasar Asean secara keseluruhan.
            Pada tahap awal memang diyakini akan mengalami instabilitas di semua negara anggota sebelum akhirnya wujud masyarakat ekonomi Asean ini sendiri menemukan wujud dan bentuk yang wajar dan semestinya. Hal yang perlu dicermati adalah kekuatan yang akan lahir manakala masyarakat Asean ini telah menjadi satu. Asean akan menjadi sebuah wilayah ekonomi yang dihuni oleh lebih dari setengah miliar penduduk bumi, yang akan menempatkannya sebagai wilayah ketiga terbesar di dunia setalah China dan India.
            Indonesia diprediksi akan mendapat bonus di tahun 2020-2030. Bonus tersebut adalahBonus Demografi, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak. Jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun ). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya 60 juta.
            Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif.
            Hal ini sejalan dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun sampai 2020. Tentu saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Namun berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan kedatangannya. Masalah yang paling nyata adalah ketersedian lapangan pekerjaan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah negara kita mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung 70% penduduk usia kerja di tahun 2020-2030? Kalau pun lapangan pekerjaan tersedia, mampukah sumber daya manusia yang melimpah ini bersaing di dunia kerja dan pasar internasional?











BAB II
PEMBAHASAN

I. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA)
I.1. Lahirnya AFTA
Pada pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN (ASEAN Summit) ke-4 di Singapura pada tahun 1992, para kepala negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun.
I.2. Tujuan AFTA
  • menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global.
  • menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
  • meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).

    I.3. Manfaat dan Tantangan AFTA bagi Indonesia
         Manfaat :
  • Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;
  • Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
  • Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu;
  • Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.

        Tantangan :
  • Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.

   I.4 Jangka Waktu Realisasi AFTA
  • KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8 Oktober 2003 di Bali, dimana enam negara anggota ASEAN Original Signatories of CEPT AFTA yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand, sepakat untuk mencapai target bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 60% dari Inclusion List (IL) tahun 2003; bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 80% dari Inclusion List (IL) tahun 2007; dan pada tahun 2010 seluruh tarif bea masuk dengan tingkat tarif 0% harus sudah 100% untuk anggota ASEAN yang baru, tarif 0% tahun 2006 untuk Vietnam, tahun 2008 untuk Laos dan Myanmar dan tahun 2010 untuk Cambodja.
    1. Tahun 2000 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
    2. Tahun 2001 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
    3. Tahun 2002 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas.
    4. Tahun 2003 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas.


  • Untuk ASEAN-4 (Vietnam, Laos, Myanmar dan Cambodja) realisasi AFTA dilakukan berbeda yaitu :
  • Vietnam tahun 2006 (masuk ASEAN tanggal 28 Juli 1995).
  • Laos dan Myanmar tahun 2008 (masuk ASEAN tanggal 23 Juli 1997).
  • Cambodja tahun 2010 (masuk ASEAN tanggal 30 April 1999).

    I.5. Kriteria Suatu Produk Untuk Menikmati Konsesi CEPT
  • Produk terdapat dalam Inclusion List (IL) baik di Negara tujuan maupun di negara asal, dengan prinsip timbale balik (reciprosity). Artinya suatu produk dapat menikmati preferensi tarif di negara tujuan ekspor (yang tentunya di negara tujuan ekspor produk tersebut sudah ada dalam IL), maka produk yang sama juga harus terdapat dalam IL dari negara asal.
·         Memenuhi ketentuan asal barang (Rules of Origin), yaitu cumulative ASEAN Content lebih besar atau sama dengan 40%.
  • Produk harus disertai Certificate of Origin Form D, yang dapat diperoleh pada Kantor Dinas atau Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan di seluruh Indonesia.

    I.6. Beberapa istilah dalam CEPT-AFTA
  1. Fleksibilitas adalah suatu keadaan dimana ke-6 negara anggota ASEAN apabila belum siap untuk menurunkan tingkat tarif produk menjadi 0-5% pada 1 Januari 2002, dapat diturunkan pada 1 Januari 2003. Sejak saat itu tingkat tarif bea masuk dalam AFTA sebesar maksimal 5%.


  1. CEPT  Produk List
·         Inclusion List (IL) : daftar yang memuat cakupan produk yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
o    Produk tersebut harus disertai Tarif Reduction Schedule.
o    Tidak boleh ada Quantitave Restrictions (QRs).
o    Non-Tarif Barriers (NTBs) lainnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.
·         Temporary Exclusion (TEL) : daftar yang memuat cakupan produk yang sementara dibebaskan dari kewajiban penurunan tarif, penghapusan QRs dan NTBs lainnya serta secara bertahap harus dimasukkan ke dalam IL.
·         Sensitive List (SL) : daftar yang memuat cakupan produk yang diklasifikasikan sebagai Unprocessed Agricultural Products. Contohnya beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, dan cengkeh, serta produk tersebut juga harus dimasukkan ke dalam CEPT Scheme tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama. Contohnya Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand harus telah memasukkan produk yang ada dalam SL ke dalam IL pada tahun 2010, Vietnam pada tahun 2013, Laos dan Myanmar pada tahun 2015, serta Kamboja pada tahun 2017.
·         General Exception (GE) List : daftar yang memuat cakupan produk yang secara permanen tidak perlu untuk dimasukkan ke dalam CEPT Scheme dengan alas an keamanan nasional, keselamatan/kesehatan umat manusia, binatang dan tumbuhan, serta pelestarian objek arkeologi, dan sebagainya (Article 9b of CEPT Agreement). Contohnya antara lain senjata, amunisi, da narkotika. Produk Indonesia dalam GE List hingga saat ini sebanyak 96 pos tarif.
     I.7. Jadwal Penurunan dan atau Penghapusan Tarif Bea Masuk

         a. Inclusion List

Negara Anggota AFTA
Jadwal Penurunan/Penghapusan
ASEAN -6
  1. Tahun 2003 : 60% produk dengan tarif 0%
  2. Tahun 2007 : 80% produk dengan tarif 0%
  3. Tahun 2010 : 100% produk dengan tarif 0%
Vietnam
  1. Tahun 2006 : 60% produk dengan tarif 0%
  2. Tahun 2010 : 80% produk dengan tarif 0%
  3. Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%
Laos dan Myanmar
  1. Tahun 2008 : 60% produk dengan tarif 0%
  2. Tahun 2012 : 80% produk dengan tarif 0%
  3. Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%
Kamboja
  1. Tahun 2010 : 60% produk dengan tarif 0%
  2. Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%

        b. Non Inclusion list
§  TEL harus dipindah ke IL
§  GEL dapat dipertahankan apabila konsisten dengan artikel 9 CEPT Agreement, yaitu untuk melindungi :
§  Keamanan Nasional
§  Moral
§  Kehidupan Manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan dan kesehatan
§  Benda-benda seni, bersejarah dan purbakala

   IIII. ASEAN-China Free Trade Area
IIII  II.1 ASEAN-China Free Trade Area
             (ACFTA) merupakan suatu bentuk kesepakatan atau  perjanjian kerjasama antara Negara-negara anggota ASEAN dengan Cina untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas yaitu dengan cara mengurangi atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan barang, baik dalam bentuk tarif maupun non-tarif, peningkatan dalam bidang pasar jasa, investasi sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi dalam rangka mendorong dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Cina. Perjanjian Perdagangan Bebas antara Negara ASEAN dengan Cina ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2010, walaupun sebenarnya perjanjian ini telah ditandatangani sejak 2002.
II.2 Tujuan  ACFTA
             Tujuan dibentuknya ACFTA ini sendiri adalah untuk meliberalisasi secara progresif  perdagangan barang dan jasa yang ada dikawasan ASEAN dan Cina. Mereka ingin menciptakan suatu sistem yang transparan dimana nantinya akan memudahkan Negara-negara anggota untuk  berinvestasi di Negara lain. Tujuan lain dari dibentuknya ACFTA sendiri adalah untuk memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif antara Negara-negara ASEAN. Tetapi, sebenarnya perjanjian ini juga mempunyai manfaat bagi Indonesia sendiri. Dengan perjanjian ini, akses pasar produk pertanian dari Indonesia ke Cina terbuka pada tahun 2004.
              Selain itu, Indonesia juga mendapatkan 40% dari Normal Track  yang diturunkan sesuai dengan perjanjian kerjasama ini. Dilain pihak, perjanjian ini bertujuan untuk membuat Negara yang masuk dalam  perjanjian ini akan saling mendapatkan keuntungan sehingga nantinya akan muncul saling ketergantungan atau interdependensi antar Negara-negara anggota dalam perjanjian ini. Ditambah lagi perjanjian ini dilaksanakan disaat krisi global, sehingga dengan dilakukan pasar bebas ini diharapkan mampu memulihkan keadaan ekonomi di Negara-negara ASEAN yang pada saat itu terkena dampak dari krisis global. ASEAN-China FTA sendiri memiliki dampak positif, dimana akan terbangun blok  perekonomian regional yang kuat sebagai balance of power  bagi blok Uni Eropa dan Amerika Utara dimana Indonesia berada dalam kekuatan tersebut. Lalu akan terjadi peningkatan output di  Negara-negara ASEAN yang pada akhirnya akan mendorong peningkatakan daya saing industri dalam negeri lewat efisiensi dan pembenahan struktur biaya.
II.3. Dampak Negatif ACFTA
              Porsi terbesar (91 persen) penerimaan pemerintah atas laba BUMN saat ini berasal dari BUMN sektor pertambangan, jasa keuangan dan perbankan dan telekomunikasi. BUMN tersebut membutuhkan impor barang modal yang cukup signifikan dan dapat menjualsebagian produknya ke pasar Cina. Dari sisi konsumen atau masyarakat, kesepakatan ini memberikan angin segar karena membuat pasar dibanjiri oleh produk-produk dengan harga lebih murah dan banyak pilihan.
              Dengan demikian akan berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat sehingga diharapkan kesejahteraan pun dapat ditingkatkan. Indonesia meratifikasi Framework Agreement ACFTA ini dalam Keputusan Presiden No.48 Tahun.2004 yaitu tepatnya pada tanggal 15 Juni 2004.  Namun, kesepakatan tersebut justru membuat industri lokal gelisah. Hal ini dikarenakan industri lokal dinilai belum cukup siap menghadapi serbuan produk-produk China yang berharga murah. Produk-produk dalam negeri masih memiliki biaya produksi yang cukup tinggi sehingga harga pasaran pun masih sulit ditekan. Keadaan ini dikhawatirkan akan memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) dikarenakan ditutupnya perusahaan dalam negeri akibat kalah bersaing.
 Dampak Negatif ACFTA adalah sebagai berikut:
1.      Serbuan produk asing terutama dari Cina dapat mengakibatkan kehancuransektor-sektor ekonomi yang diserbu. Padahal sebelum tahun 2009 saja Indonesia telah mengalami proses deindustrialisasi (penurunan industri). Berdasarkan data Kamar dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, peran industry pengolahan mengalami penuruna dari 28,1% pada 2004 menjadi 27,9% pada 2008. Diproyeksikan 5 tahun kedepan penanaman modal di sektor industri pengolahan mengalami penurunan US$ 5miliar yang sebagian  besar dipicu oleh penutupan sentra-sentra usaha strategis IKM(industri kecil menegah). Jumlah IKM yang terdaftar pada Kementrian Perindustrian tahun 2008 mencapai 16.806 dengan skala modal Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar.
2.      Pasar dalam negeri yang diserbu produk asing dengan kualitas dan harga yang sangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi importir atau pedagang saja. Sebagaicontoh, harga tekstil dan produk tekstik (TPT) Cina lebih murah antara 15% hingga25%. Hal yang sangat memungkinkan bagi pengusaha lokal untuk bertahan hidup adalah bersikap pragmatis, yakni dengan banting setir dari produsen tekstil menjadi importer tekstil China atau setidaknya perdagangan tekstil. Gejala inilah yang mulai tampak sejak awal tahun 2010. Misal, para pedagang  jamusangat senang dengan membanjirnya produk jamu Cina secara legal yang harganyamurah dan dianggap lebih manjur dibandingkan dengan jamu lokal. Akibatnya,  produsen jamu lokal terancam gulung tikar.
3.      Karakter perekomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan lemah.Segalanya bergantung pada asing. Bahkan produk “tetek bengek” seperti jarum sajaharus diimpor.
4.      Data menunjukkan bahwa tren pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia ke Cina sejak 2004 hingga 2008 hanya 24,95%, sedangkan tren pertumbuhan ekspor Cina ke Indonesiamencapai 35,09%. Kalaupun ekspor Indonesia bisa digenjot, yang sangat mungkin berkembang adalah ekspor bahan mentah, bukannya hasil olahan yang memiliki nilai tambah seperti ekspor hasil industri. Pola ini malah sangat digemari oleh Cina yangmemang sedang“haus” bahan mentah dan sumber energi untuk menggerakkan ekonominya.
5.      Peranan produksi terutama sektor industri manufaktur dan IKM dalam  pasar nasional akan terpangkas dan digantikan impor. Dampaknya, ketersediaan lapangankerja semakin menurun. Padahal setiap tahun angkatan kerja baru bertambah lebih dari 2 juta orang, sementara pada periode Agustus 2009 saja jumlah pengangguran terbuka diIndonesia mencapai 8,96 juta orang.
              Masalah yang paling dikhawatirkan adalah pengaruh ACFTA terhadap keberlangsungan Usaha   Kecil Menengah (UKM) yang berkonsentrasi pada pasar dalam negeri. Tentu UKM tersebutlah yang paling parah terkena imbas dengan membanjirnya produk-produk China.
III. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
III.1. Masyarakat Ekonomi Asean
             Persaingan di bursa tenaga kerja akan semakin meningkat menjelang pemberlakuan pasar bebas Asean pada akhir 2015 mendatang. Ini akan mempengaruhi banyak orang, terutama pekerja yang berkecimpung pada sektor keahlian khusus. Berikut lima hal yang perlu Anda ketahui dan antisipasi dalam menghadapi pasar bebas Asia Tenggara yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
1.      Apa itu Masyarakat Ekonomi Asean ?
Lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang. Ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan. Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.
2.      Bagaimana Pengaruhnya
Berbagai profesi seperti tenaga medis boleh diisi oleh tenaga kerja asing pada 2015 mendatang. Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya.
3.      Apakah tenaga kerja Indonesia bisa bersaing dengan negara Asia Tenggara lain?
Sejumlah pimpinan asosiasi profesi mengaku cukup optimistis bahwa tenaga kerja ahli di Indonesia cukup mampu bersaing. Ketua Persatuan Advokat Indonesia, Otto Hasibuan, misalnya mengatakan bahwa tren penggunaan pengacara asing di Indonesia malah semakin menurun. Di sektor akuntansi, Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia, mengakui ada kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum menyadari adanya kompetisi yang semakin ketat.

4.      Bagaimana Indonesia mengantisipasi arus tenaga kerja asing?
Salah satu aspek penting yang perlu disiapkan dengan cepat bangsa ini adalah SDM yang kompeten. Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Para tenaga kerja dari negara MEA yang memiliki kompetensi kerja yang lebih tinggi, tentunya akan memiliki kesempatan lebih luas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di dalam MEA. Dengan demikian, kita harus berusaha dengan sunguh-sunguh untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, khususnya di kawasan ASEAN. Meningkatkan kualitas SDM harus diarahkan pada penguasaan iptek untuk menopang kegiatan ekonomi agar lebih kompetitif. Pemenuhan SDM yang berkualitas dan unggul karena menguasai iptek, akan berpengaruh terhadap struktur industri di masa depan. Dan apabila sasaran di atas bisa dipenuhi, akan semakin kuat basis industri yang sedang dibangun dan dikembangkan di Indonesia, yang pada gilirannya akan mendorong transformasi struktur ekonomi secara lebih cepat. Namun salah satu senjata utama yang kita punya untuk memenangkan persaingan MEA ini adalah generasi muda bangsa Indonesia. Pemerintah Indonesia harus fokus untuk memoles generasi muda bangsa ini. Daya saing harus ditingkatkan, menciptakan lebih banyak tenaga kerja yang ahli (skilled labor), berikan perhatian lebih pada generasi muda yang mempunyai potensi besar namun kekurangan dalam segi ekonomi. Salah satu solusinya tarik semua sumber daya manusia yang bekerja diluar negeri dan berikan posisi strategis di industri maupun pemerintahan Indonesia dan berikan bantuan ekonomi pada generasi muda yang memiliki potensi, agar mampu dan terus kreatif.

5.      Apa keuntungan MEA bagi negara-negara Asia Tenggara?
Riset terbaru dari Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO menyebutkan pembukaan pasar tenaga kerja mendatangkan manfaat yang besar. Selain dapat menciptakan jutaan lapangan kerja baru, skema ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia Tenggara. Pada 2015 mendatang, ILO merinci bahwa permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta. Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta. Namun laporan ini memprediksi bahwa banyak perusahaan yang akan menemukan pegawainya kurang terampil atau bahkan salah penempatan kerja karena kurangnya pelatihan dan pendidikan profesi.
     III.2. Menakar Kesiapan Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015
             Dua tahun lagi bukanlah waktu yang lama untuk mempersiapkan diri menuju terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC)  2015. Jika tak cepat-cepat sadar, bangsa Indonesia dikhawatirkan hanya akan menjadi sapi perah bagi negara-negara ASEAN lainnya yang lebih siap menjual produknya, baik barang dan jasa, maupun tenaga kerjanya.
              Sejumlah kementerian menyatakan optimistis mampu menyongsong AEC dengan tegap. Salah satunya ditunjukkan dengan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Di situ disebutkan, Indonesia bakal menjadi Negara industri yang tangguh pada 2025. Pada 2020, akan dicanangkan Indonesia menjadi negara industri maju baru. Hal itu merujuk Deklarasi Bogor 1995 menyangkut liberalisasi pasar bebas di negara-negara kawasan Asia Pasifik (APEC).
Bahkan, pada 2020, kontribusi industri non-migas ditargetkan mampu mencapai 30% terhadap PDB. Selama kurun waktu 2010 sd 2020 industri harus tumbuh rata-rata 9,43% dengan pertumbuhan industri kecil (IK), industri menengah (IM), dan industri besar (IB) masing-masing minimal sebesar 10,00%, 17,47%, dan 6,34%. Upaya terukur yang harus dilakukan antara lain adalah meningkatkan nilai tambah industri, menguatkan pasar dalam dan luar negeri, meningkatkan kemampuan inovasi dan teknologi industri yang hemat energi dan ramah lingkungan.
Kementerian Perindustrian telah menetapkan dua pendekatan, pertama mengembangkan 35 klaster industri prioritas. Kedua, menetapkan kompetensi inti industri daerah yang merupakan keunggulan daerah. Ke-35 kluster industri prioritas di daerah itu meliputi; pertama, industri agro dalm bentuk pengolahan kelapa sawit, industry karet, industry kakao, industry pengolahan kelapa, industri pengilahan kopi, gula, tembakau, buah-buahan, furniture, ikan, kertas, dan pengolahan susu. Kedua, industri alat angkut yang meliputi industry kendaraan bermotor, perkapalan, kedirgantaraan, dan perkeretaapian. Ketiga, industri elektronika dan telematika yang meliputi industrii elektronika, , telekomunikasi, dan komputer. Keempat, industri manufaktur yang terdiri atas industri material dasar, industri besi baja, semen, petrokimia, dan keramik. Lalu, industri permesinan untuk industri peralatan listrik dan mesin listrik, industri manufaktur padat karya , maupun industry kecil dan menengah tertentu yang meliputi batu mulia dan perhiasan, garam rakyat, gerabak dan keramik, minyak atsiri, dan makanan ringan. Industri tersebut menyebar di  18 provinsi dari Aceh hingga Papua.
Sementara itu, Kementerian Koperasi dan UKM sudah mengembangkan sentra-sentra produksi dengan konsep one village one product (OVOP). Program OVOP menciptakan produk khas daerah tertentu di regional, yang sesuai keinginan konsumen. Program OVOP tidak hanya mengurangi angka pengangguran, tapi juga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional hingga 6,8% tahun ini dan 7% pada 2014. Target itu dapat dicapai jika ada keberpihakan pemerintah dalam bentuk pemberian kredit usaha rakyat (KUR), bantuan sosial, termasuk lewat program Corporate and Social Responsibility (CSR), maupun penyaluran dana bergulir. Pemerintah juga harus merevitalisasi pasar tradisional. Program itu sejalan dengan kebijakan pro job, pro poor, dan  pro growth. Kementerian juga sudah mencanangkan Gerakan Kewirausahaan Nasional di kalangan mahasiswa di 85 perguruan tinggi di 15 kota.

IV. BONUS DEMOGRAFI
     IV.1. Memahami Makna Bonus Demografi Awal Dari Komitmen Dalam Meraih Peluang Dan   Kesempatan
             kewajiban dan tugas bersama dari seluruh komponen bangsa, sehingga keterlibatan berbagai lembaga dan elemen masyarakat. Dalam kondisi ini sangat diperlukan komitmen yang tinggi dari berbagai lembaga dan elemen masyarakat untukmeraih kesempatan ini, keterlibatan komponen bangsa yang menyeluruh tentu  sangat diperlukan, agar dapat lebih memudahkan dan mempercepat  tercapainya  tujuan tersebut, oleh sebab itu menjadi suatu kebijakan nasional tentu merupakan satu-satunya jalan agar  program – program yang bertujuan untuk memanfaatkan  peluang bonus demografi dapat disinergikan dan diseimbangkan.
             Sebuah  komitmen yang berhasil biasanya dilandasi pada pemahaman dan pengertian akan sesuatu yang  dibuat komitmen tersebut, oleh sebab itu komitmen yang muncul dalam upaya untuk meraih peluang dengan memanfaatkan bonus demografi ini harus didasari pada pengertian dan pemahaman yang jelas tentang makna dan pentingnya meraih kesempatan tersebut. Dengan  demikian  agar bonus demografi tersebut dapat menjadi awal komitmen dan bukan hanya menjadi sebuah wacana saja. Maka sudah seharusnya informasi tentang  bonus demografi segera disampaikan secaralengkap dan jelas ke seluruh komponen bangsa baik sebagai lembaga yang berkepentingan maupun kepada komponen masyarakat secara keseluruhan.

IV.2. SEKARANG ATAU TIDAK SAMA SEKALI
            Bonus demografi menjadi pilar peningkatan produktivitas suatu negara dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan SDM produktif. Ketika angka fertilitas menurun, pertumbuhan pendapatan perkapita untuk memenuhi kebutuhan penduduk usia anak-anak dapat dialihkan untuk peningkatan mutu manusia. Pada saat yang sama, jumlah anak yang sedikit membuka peluang perempuan untuk masuk ke pasar kerja yang sekali lagi akan mendongkrak produktivitas. Berdasarkan data BPS hasil sensus penduduk tahun 2010 angka rasio ketergantungan kita adalah 51,3% . Bonus demografi tertinggi biasanya didapatkan angka ketergantungan berada di rentang antara 40-50%, yang berarti bahwa 100 orang usia produktif menanggung 40-50 orang usia tidak produktif.
       Kalau dipilah ke dalam kelompok desa dan kota, maka angka ketergantungan di perkotaan sudah mencapai angka 46,6%, artinya sudah masuk dalam rentang “masa keemasan” bonus demografi. Sementara untuk pedesaan masih bertengger di angka 56,3%. Yang juga menarik dari data tersebut adalah bahwa sekitar 34% dari masyarakat kita berada di rentang usia muda (15-35 tahun) yang sangat produktif. Kaum muda harapan bangsa inilah yang akan menjadi engine of growth yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih kencang lagi.
      Kalau melihat negara lain, maka negara-negara maju seperti Eropa sudah melewati masa keemasan bonus demografi, sementara beberapa negara Asia seperti Cina kini sudah mulai menikmatinya. Bonus demografi di negara-negara Eropa terjadi bervariasi antara tahun 1950-2000. Cina mulai menikmati bonanza bonus demografi sejak tahun 1990 dan akan berlangsung sampai 2015. India, hampir sama dengan kita, mendapatkan bonus demografi sejak tahun 2010. Sementara di negara-negara Afrika, bonus demografi bakal didapatkan hingga tahun 2045.
      Pertanyaannya, apakah bonus demografi menjadi “hak” setiap negara tanpa harus berbuat apa – apa ?  Tentu saja tidak! Kalau penduduk produktif yang berjumlah besar itu kerjanya hanya malas-malasan, maka tentu saja mereka bukannya menjadi aset bangsa tapi justru menjadi benalu yang menggerogoti daya saing. Kalau penduduk produktif dalam jumlah besar itu kualitasnya payah karena cuma lulusan SD-SMP, maka mereka bukannya menjadi engine of growth tapi sebaliknya menjadi beban karena gaji dan BBM-nya harus disubsidi pemerintah.
            Karena itu “kesempatan seabad sekali” ini harus kita manfaatkan sebaik mungkin dengan meningkatkan kualitas SDM, terutama kita-kita yang saat ini berada di rentang usia produktif 15-64 tahun. Yang wirausahawan harus makin canggih mengintip peluang dan mengelola sumber daya. Yang profesional harus membangun kompetensi yang makin kompetitif secara global. Yang buruh pabrik haruslah makin terampil dan memiliki kualitas kerja excellent.
            Itu dari sisi “hard aspect” (kompetensi dan kapabilitas). Dari sisi “soft aspect”, kelas produktif kita haruslah bermental positif, optimis, kreatif. Bukannya mental negatif: memfitnah, menjatuhkan lawan, mencari-cari kesalahan orang, atau menggali kejelekkan-kejelekkan rekan. Kalau kita tak melakukannya sekarang, kita akan kehilangan kesempatan sekali dalam seabad. Dapat sekarang atau tidak untuk selamanya.







BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. AFTA
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor impor atau hambatan perdagangan lainnya. AFTA Sendiri dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Keuntungan adanya AFTA yaitu Indonesia bisa memasukkan barang dagangan ke negara lain tanpa syarat- syarat yang susah.
Kerugian adanya AFTA yaitu barang dari luar negeri terutama China lebih murah sehingga dapat menyebabkan barang domestik tidak dibeli. Ujung-ujungnya PHK tenaga kerja dan penggangguran meningkat.
2. ACFTA
              Peranan Investasi dalam Pembangunan Perekonomian antar negara semakin berkaitan erat, keadaan ekonomi di sebuah negara dengan cepat dan mudah merambah ke negara-negara lain. Dalam situasi seperti sekarang globalisasi mengubah struktur perekonomian dunia secara fundamental. Interdependensi perekonomian negara semakin erat, keeratan interdependensi ini bukan saja berlangsung antara negara maju, tapi  juga antara negara berkembang dan negara maju. China telah memberikan pelajaran yang sangat berharga mengenai bagaimana seharusnya negara mampu bertindak dan berperan dalam ekonomi politik global sekarang ini. Disini Negara mampu menainkankan perusahaan yang efektif dalam menjaga integrasi pasar untuk selalu dalam skala relatif yang disesuaikan dengan kondisi dan tidak menyerahkan sepenuhnya kepada totalitas pasar. Begitupun dengan kesepakatan perdagangan bebas ACFTA dapat memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan penanaman modal antara pihak-pihak yang bersangkutan sehingga membangun hubungan perdagangan yang saling menguntungkan.
3. Masyarakat Ekonomi Asean ( MEA )
               Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 bukan hanya sekedar tempat bertemunya semua negara ASEAN tapi bisa dilihat sebagai ajang pertandingan ekonomi. Mengenai kesiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 mungkin banyak penilaian  bahwa Indonesia belum siap tapi terlepas dari kesiapan Indonesia sangat mempunyai potensi dan juga modal yang kuat karena memiliki wilayah geografis yang luas serta ditunjang dengan Sumber Daya Alam yang melimpah, apabila dapat dikelola dengan baik bukan hal yang tidak mungkin Indonesia menjadi pemenang di era perdagangan bebas nanti.
4. BONUS DEMOGRAFI
Berkaca dari fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human development index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan Singapura. Tingkat HDI ini terbukti dari tidak kompetitifnya.pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar negeri. Paling banter, pekerja Indonesia di luar negeri adalah menjadi pembantu. Ujung-ujungnya disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri sekali pun, pekerja indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini ditandai dari banyaknya peluang kerja dan posisi strategis yang malah ditempati tenaga kerja asing.
Permasalahan pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa diselesaikan dari sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai hal yang menjadi berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang mendasar: kualitas manusia. Kenyataannya pembangunan kependudukan seoalah terlupakan dan tidak dijadikanunderlined factor. Padahal pengembangan sumber daya manusia yang merupakan investasi jangka panjang yang menjadi senjata utama kemajuan suatu bangsa.
 Saran
1. AFTA
Negara  kita, Indonesia  merupakan  salah  satu  anggota  ASEAN dan termasuk kedalam AFTA yang dibentuk oleh ASEAN sendiri. Untuk  itu, kita  harus  membantu  mewujudkan  cita-cita  atau  tujuan  dari  AFTA  itu  sendiri. Karena  bagaimanapun, tujuan tersebut akan membantu memajukkan ekonomi dari perdagangan dari luar maupun dalam Indonesia. Namun tidak semua tujuan AFTA mengguntungkan bagi bangsa indonesia. Barang dari luar Indonesia dengan adanay AFTA ada yang masuk dengan harga lebih murah dibandingkan dengan barang dalam negeri. Maka kita sebagai generasi penerus harus dapat membuat suatu solusi untuk mencari jalan keluar yang terbaik agar tujuan AFTA selalu berdampak positif bagi indonesia
2. ACFTA
Pemerintah perlu melakukan kajian apakah kesepatan perdagangan ini lebih banyak merugikan ataukah menguntungkan, mengingat pasar Indonesia yang dibanjiri oleh produk dari China. Perdagangan bebas ini jangan sampai membuat perusahaan Indonesia akan tutup akibat tidak mampu bersaing dengan produk-produk dari China.
3. Masyarakat Ekonomi Asean ( MEA )
Sebaiknya Indonesia menerapkan redenominasi karena banyak manfaat yang bisa diambil terutama terhadap penyetaraan ekonomi Indonesia dalam menghadapi era MEA 2015. Untuk kesuksesan akan hal ini diperlukan adanya dukungan yang kuat dari seluruh lapisan masyarakat, baik dari pemerintah, parlemen, otoritas terkait , maupun pelaku bisnis. Selain itu, pemerintah juga sebaiknya membuat landasan hukum yang kuat untuk redenominasi.
Dari sisi lain kita harus menghilangkan keraguan dan kekhawatiran mengenai kurang siapnya SDM di Indonesia, Infrastruktur, serta ketakutan akan matinya sektor usaha khususnya kelas mikro, kecil dan menengah. Semua itu mempunya jalan keluar yang sudah  bisa direalisasikan hanya butuh kesadaran, komitmen, fokus dan kerja keras dari semua pihak untuk bersama-sama mensukseskan program ini, sehingga Indonesia akan mendapatkan manfaat lebih banyak yang tercermin dari tumbuh pesatnya pembangunan ekonomi di Indonesia.
 4. BONUS DEMOGRAFI
Pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa dengan memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga aset-aset Negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing yang pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja.
Bukan hanya pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama pembangunan mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri.


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

3.      http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA
4.      http://www.academia.edu/9130923/Kebijakan_Indonesia_menghadapi_ACFTA