UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
- Perlindungan konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.
- Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
- Pelaku usaha adalah setiap
orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi.
- Barang adalah setiap benda baik
berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat
dihabiskan maupun tidak dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen.
- Jasa adalah setiap layanan yang
berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan oleh konsumen.
- Promosi adalah kegiatan
pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk
menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan
sedang diperdagangkan.
- Impor barang adalah kegiatan
memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
- Impor jasa adalah kegiatan
penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia.
- Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-Pemerintah yang terdaftar dan diakui
oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
- Klausula Baku adalah setiap
aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen.
- Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa
antara pelaku usaha dan konsumen.
- Badan Perlindungan Konsumen
Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan
perlindungan konsumen.
- Menteri adalah menteri yang
ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan
dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan:
- meningkatkan kesadaran,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
- mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang
dan / atau jasa;
- meningkatkan pemberdayaan
konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen;
- menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi
serta akses untuk mendapatkan informasi;
- menumbuhkan kesadaran pelaku
usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang
jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
- meningkatkan kualitas barang
dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak konsumen adalah:
- hak atas kenyamanan, keamanan
dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
- hak untuk memilih barang
dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- hak atas informasi yang benar,
jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan;
- hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
- hak untuk mendapat pembinaan
dan pendidikan konsumen;
- hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- hak untuk mendapatkan
komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
- hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah:
- membaca atau mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa,
demi keamanan dan keselamatan;
- beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
- membayar sesuai dengan nilai
tukar yang disepakati;
- mengikuti upaya penyelesaian
hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah:
- hak untuk menerima pembayaran
yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
- hak untuk mendapat perlindungan
hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
- hak untuk melakukan pembelaan
diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
- hak untuk rehabilitasi nama
baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan / atau jasa yang diperdagangkan;
- hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah:
- beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya;
- memberikan informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
- memperlakukan atau melayani
konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- menjamin mutu barang dan/atau
jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar
mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
- memberi kesempatan kepada
konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu
serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau
yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
BAB IV
PERDUATAN YANG DILARANG
BAGI PELAKU USAHA
Pasal 8
- Pelaku usaha dilarang
memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
- tidak memenuhi atau tidak
sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
- tidak sesuai dengan berat
bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang
dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
- tidak sesuai dengan ukuran,
takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang
sebenarnya;
- tidak sesuai dengan kondisi,
jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label,
etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut,
- tidak sesuai dengan mutu,
tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;
- tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan
barang dan/atau jasa tersebut;
- tidak mencantumkan tanggal
kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik
atas barang tersebut;
- tidak mengikuti ketentuan
berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang
dicantumkan dalam label;
- tidak memasang label atau
membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat / isi
bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat
sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk
penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
- tidak mencantumkan informasi
dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
- Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
- Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas
dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi secara lengkap dan
benar.
- Pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang
dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Pasal 9
- Pelaku usaha dilarang
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara
tidak benar, dan/atau seolah-olah:
- barang tersebut telah memenuhi
dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu,
gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna
tertentu;
- barang tersebut dalam keadaan
baik dan/atau baru;
- barang dan/atau jasa tersebut
telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor persetujuan, perlengkapan
tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
- barang dan/atau jasa tersebut
dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
- barang dan/atau jasa tersebut
tersedia;
- barang tersebut tidak
mengandung cacat tersembunyi;
- barang tersebut rnerupakan
kelengkapan dari barang tertentu;
- barang tersebut berasal dari
daerah tertentu;
- secara langsung atau tidak
langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
- menggunakan kata-kata yang
berlebihan, seperti aman tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau
efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
- menawarkan sesuatu yang
mengandung janji yang belum pasti.
- Barang dan/atau jasa
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang untuk diperdagangkan.
- Pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap ayat 1 dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan
pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.
Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
- harga atau tarif suatu barang
dan/atau jasa;
- kegunaan suatu barang dan/atau
jasa;
- kondisi, tanggungan, jaminan,
hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
- tawaran potongan harga atau
hadiah menarik yang ditawarkan;
- bahwa penggunaan barang
dan/atau jasa.
Pasal 11
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau
lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:
- menyatakan barang dan/atau jasa
tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
- menyatakan barang dan/atau jasa
tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
- tidak berniat untuk menjual
barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;
- tidak menyediakan barang dalam
jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang
yang lain;
- tidak menyediakan jasa dalam
kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang
lain;
- menaikkan harga atau tarif
barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu
barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah
tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya
sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
Pasal 13
- Pelaku usaha dilarang
menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa
dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain
secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak
sebagaimana yang dijanjikannya.
- Pelaku usaha dilarang
menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional,
suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara
menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.
Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang, ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
- tidak melakukan penarikan
hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
- mengumumkan hasilnya tidak
melalui media masa;
- memberikan hadiah tidak sesuai
dengan yang dijanjikan;
- mengganti hadiah yang tidak
setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan;
Pasal 15
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan
dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik
maupun psikis terhadap konsumen.
Pasal 16
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang
untuk:
- tidak menepati pesanan dan/atau
kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
- tidak menepati janji atas suatu
pelayanan dan/atau prestasi.
Pasal 17
- Pelaku usaha periklanan
dilarang memproduksi iklan yang:
- mengelabui konsumen mengenai
kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa
serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
- mengelabui jaminan/garansi
terhadap barang dan/atau jasa;
- memuat informasi yang keliru,
salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
- tidak memuat informasi
mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
- mengeksploitasi kejadian
dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan;
- melanggar etika dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
- Pelaku usaha periklanan
dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada
ayat 1.
BAB V
KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
Pasal 18
- Pelaku usaha dalam menawarkan
barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat
atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian
apabila:
- menyatakan pengalihan
tanggungjawab pelaku usaha;
- menyatakan bahwa pelaku usaha
berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
- menyatakan bahwa pelaku usaha
berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang
dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
- menyatakan pemberian kuasa
dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung, maupun tidak
langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan
barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
- mengatur perihal pembuktian
atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh
konsumen;
- memberi hak kepada pelaku
usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan
konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
- menyatakan tunduknya konsumen
kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau
pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa
konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
- menyatakan bahwa konsumen
memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak
gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli olch konsumen secara
angsuran.
- Pelaku usaha dilarang
mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau
tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti.
- Setiap klausula baku yang telah
ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal
demi hukum.
- Pelaku usaha wajib menyesuaikan
klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini.
BAB VI
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 19
- Pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian
konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
- Ganti rugi sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang
dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Pemberian ganti rugi
dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
- Pemberian ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan
adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya
unsur kesalahan.
- Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat
membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan
segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 21
- Importir barang bertanggung
jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang
tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.
- Importir jasa bertanggung jawab
sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak
dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.
Pasal 22
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 4, Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan
beban dari tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa
untuk melakukan pembuktian.
Pasal 23
Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak
memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4, dapat digugat melalui badan penyelesaian
sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan
konsumen.
Pasal 24
- Pelaku usaha yang menjual
barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila:
- pelaku usaha lain menjual
kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas barang dan/atau
jasa tersebut;
- pelaku usaha lain, di dalam
transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau
jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh,
mutu, dan komposisi.
- Pelaku usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti
rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli
barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan
perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.
Pasal 25
- Pelaku usaha yang memproduksi
barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau
fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan
yang diperjanjikan.
- Pelaku usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat l bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau
gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut:
- tidak menyediakan atau lalai
menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan;
- tidak memenuhi atau gagal
memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.
Pasal 26
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau
garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas
kerugian yang diderita konsumen, apabila:
- barang tersebut terbukti
seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan unluk diedarkan;
- cacat barang timbul pada
kemudian hari;
- cacat timbul akibat ditaatinya
ketentuan mengenai kualifikasi barang;
- kelalaian yang diakibatkan oleh
konsumen;
- lewatnya jangka waktu
penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu
yang diperjanjikan.
Pasal 28
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan
tanggung jawab pelaku usaha.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 29
- Pemerintah bertanggung jawab
atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin
diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban
konsumen dan pelaku usaha.
- Pembinaan oleh pemerintah atas
penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
- Menteri sebagaimana dimaksud
pada ayat 2 melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan
konsumen.
- Pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 2 meliputi upaya
untuk:
- terciptanya iklim usaha dan
timbulnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen;
- berkembangnya lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
- meningkatnya kualitas sumber
daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di
bidang perlindungan konsumen.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai
pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 30
- Pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan
perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
- Pengawasan oleh pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat l dilaksanakan oleh Menteri dan/atau
menteri teknis terkait.
- Pengawasan oleh masyarakat dan
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang
dan/atau jasa yang beredar di pasar.
- Apabila hasil pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ternyata menyimpang dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, Menteri
dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Hasil pengawasan yang
diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan
kepada Menteri dan rnenteri teknis.
- Ketentuan pelaksanaan tugas
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat l, ayat 2, dan ayat 3 ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL
Bagian Pertama
Nama, Kedudukan, Fungsi, dan Tugas
Pasal 31
Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan
Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 32
Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara
Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 33
Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen
di Indonesia.
Pasal 34
- Untuk menjalankan fungsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Badan Perlindungan Konsumen Nasional
mempunyai tugas:
- memberikan saran dan
rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di
bidang perlindungan konsumen;
- melakukan penelitian dan
pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
perlindungan konsumen;
- melakukan penelitian terhadap
barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;
- mendorong berkembangnya
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
- menyebarluaskan informasi
melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap
keberpihakan kepada konsumen;
- menerima pengaduan tentang
perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
- melakukan survei yang
menyangkut kebutuhan konsumen.
- Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Badan Perlindungan Konsumen Nasional
dapat bekerja sama dengan organisasi konsumen internasional.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 35
- Badan Perlindungan Konsumen
Nasional terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua
merangkap anggota, serta sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang dan
sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima) orang anggota yang mewakili semua
unsur.
- Anggota Badan Perlindungan
Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
- Masa jabatan ketua, wakil
ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional selama 3 (tiga)
tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
- Ketua dan wakil ketua Badan
Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.
Pasal 36
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur:
- pemerintah;
- pelaku usaha;
- Lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat;
- akademisi; dan
- tenaga ahli.
Pasal 37
Persyaratan keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah: a.
warga negara Republik Indonesia; b. berbadan sehat; c. berkelakuan baik; d.
tidak pernah dihukum karena kejahatan; e. memiliki pengetahuan dan pengalaman
di bidang perlindungan konsumen; dan f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga
puluh) tahun.
Pasal 38
Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional berhenti karena:
- meninggal dunia;
- mengundurkan diri atas
permintaan sendiri;
- bertempat tinggal di luar
wilayah negara Republik Indonesia;
- sakit secara terus menerus;
- berakhir masa jabatan sebagai
anggota; atau
- diberhentikan.
Pasal 39
- Untuk kelancaran pelaksanaan
tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional dibantu oleh sekretariat.
- Sekretariat sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dipimpin oleh seorang sekretaris yang diangkat oleh
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
- Fungsi, tugas, dan tata kerja
sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam keputusan Ketua
Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 40
- Apabila diperlukan Badan Perlindungan
Konsumen Nasional dapat membentuk perwakilan lbu Kota Daerah Tingkat I
untuk membantu pelaksanaan tugasnya.
- Pembentukan perwakilan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 41
Dalam pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkerja
berdasarkan tata kerja yang diatur dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan
Konsumen Nasional.
Pasal 42
Biaya untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional
dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan Perlindungan Konsumen
Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IX
LEMBAGA PFRLINDUNGAN KONSUMEN
SWADAYA MASYARAKAT
Pasal 44
- Pemerintah mengakui lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat.
- Lernbaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam
mewujudkan perlindungan konsumen.
- Tugas lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan:
- menyebarkan informasi dalam
rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian
konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- memberikan nasihat kepada
konsumen yang memerlukannya;
- bekerja sama dengan instansi
terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;
- membantu konsumen dalam
memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;
- melakukan pengawasan bersama
pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai
tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat 3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB X
MENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 4
- Setiap konsumen yang dirugikan
dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang
berada di lingkungan peradilan umum.
- Penyelesaian sengketa konsumen
dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan
pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
- Penyelesaian sengketa di luar
pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menhilangkan tanggung
jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
- Apabila telah dipilih upaya
penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui
pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak
berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang, bersengketa.
Pasal 46
- Gugatan atas pelanggaran pelaku
usaha dapat dilakukan oleh:
- seorang konsumen yang
dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
- sekelompok konsumen yang
mempunyai kepentinyan yang sama;
- Lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau
yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa
tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan
perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan
anggaran dasarnya;
- pemerintah dan/atau instansi
terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan
mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak
sedikit.
- Gugatan yang diajukan oleh
sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau
pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, huruf c, atau huruf d
diajukan kepada peradilan umum.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai
kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan
Pasal 47
Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk
mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai
tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan
terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Pasal 48
Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan
tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal
45.
BAB XI
BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
Pasal 49
- Pemerintah membentuk badan
penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan.
- Untuk, dapat diangkat menjadi
anggota badan penyelesaian sengketa konsumen, seseorang harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
- warga negara Republik
Indonesia;
- berbadan sehat;
- berkelakuan baik;
- tidak pernah dihukum karena
kejahatan;
- memiliki pengetahuan dan
pengalaman di bidang perlindungan konsumen;
- berusia sekurang-kurangnya 30
(tiga puluh) tahun.
- Anggota sebagairnana dimaksud
pada ayat 2 terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur
pelaku usaha.
- Anggota setiap unsur
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 berjumlah sedikit-dikitnya 3 (tiga)
orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
- Pengangkatan dan pemberhentian
anggota badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 50
Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
ayat 1 terdiri atas:
- ketua merangkap anggota;
- wakil ketua merangkap anggota;
- anggota.
Pasal 51
- Badan penyelesaian sengketa
konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sekretariat.
- Sekretariat badan penyelesaian
sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan anggota sekretariat.
- Pengangkatan dan pemberhentian
kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan penyelesaian sengketa
konsumen ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 52
Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:
- melaksanakan penanganan dan
penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase
atau konsiliasi;
- memberikan konsultasi
perlindungan konsumen;
- melakukan pengawasan terhadap
pencantuman klausula baku;
- melaporkan kepada penyidik umum
apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini;
- menerima pengaduan baik
tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
- melakukan penelitian dan
pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
- memanggil pelaku usaha yang
diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
- memanggil dan menghadirkan
saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui
pelanggaran terhadap Undang-undang ini;
- meminta bantuan penyidik untuk
menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang
sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
- mendapatkan, meneliti dan/atau
menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan / atau
pemeriksaan;
- memutuskan dan menetapkan ada
atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
- memberitahukan putusan kepada
pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
- menjatuhkan sanksi administratif
kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang badan
penyelesaian sengketa konsumen Daerah Tingkat II diatur dalam surat keputusan
menteri.
Pasal 54
- Untuk menangani dan
menyelesaikan sengketa konsumen, badan penyelesaian sengketa konsumen
membentuk majelis.
- Jumlah anggota majelis
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus ganjil dan sedikit-dikitnya 3
(tiga) orang, yang mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 ayat 3, serta dibantu oleh seorang panitera.
- Putusan majelis bersifat final
dan mengikat.
- Ketentuan teknis lebih lanjut
pelaksanaan tugas majelis diatur dalam surat keputusan menteri.
Pasal 55
Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling
lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima.
Pasal 56
- Dalam waktu paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan penyelesaian sengketa
konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 pelaku usaha wajib
melaksanakan putusan tersebut.
- Para pihak dapat mengajukan
keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.
- Pelaku usaha yang tidak
mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 2
dianggap menerima putusan badan penyelesaian sengketa konsumen.
- Apabila ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dan ayat 3 tidak dijalankan oleh pelaku usaha, badan
penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan putusan tersebut kepada
penyidik unluk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
- Putusan badan penyelesaian
sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 3 merupakan bukti
permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.
Pasal 57
Putusan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat 3 dimintakan
penetapan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang
dirugikan.
Pasal 58
- Pengadilan Negeri wajib
mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat 2 dalam waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak
diterimanya keberatan.
- Terhadap putusan Pengadilan
Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat 1, para pihak dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung
Republik Indonesia.
- Mahkamah Agung Republik
Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 59
- Selain Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
perlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
- Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil ,sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berwenang:
- melakukan pemeriksaan atas
kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perlindungan konsumen;
- melakukan pemeriksaan terhadap
orang, atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang
perlindungan konsumen;
- meminta keterangan dan bahan
bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak
pidana di bidang perlindungan konsumen;
- melakukan pemeriksaan atas
pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perlindungan konsumen;
- melakukan pemeriksaan di
tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta melakukan
penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti
dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
- meminta bantuan ahli dalam
rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan
konsumen.
- Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memberitahukan dimulainya
penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
- Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyampaikan hasil penyidikan
kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia.
BAB XIII
SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administratif
Pasal 60
- Badan penyelesaian sengketa
konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha
yang melanggar Pasal 19 ayat 2 dan ayat 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal
26.
- Sanksi administratif berupa
penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
- Tata cara penetapan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur lebih lanjut dalam
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Sanksi Pidana
Pasal 61
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau
pengurusnya.
Pasal 62
- Pelaku Usaha yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13
ayat 2, Pasal 15, Pasal 1 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf c, ayat
2, dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
- Pelaku usaha yang, melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1,
Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
- Terhadap pelanggaran yang
mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat
dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
- perampasan barang tertentu;
- pengumuman keputusan hakim;
- pembayaran ganti rugi;
- perintah penghentian kegiatan
tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
- kewajiban penarikan barang dari
peredaran; atau
- pencabutan izin usaha.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi
konsumen yang telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 65
Undang-undang ini berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Referensi :
http://www.radioprssni.com/prssninew/internallink/legal/uu_8_99perlkonsum.htm
Referensi :
http://www.radioprssni.com/prssninew/internallink/legal/uu_8_99perlkonsum.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar