AFTA, ACFTA, MEA
DAN
BONUS DEMOGRAFI
BAB I
PENDAHULUAN
ASEAN Free Trade Area
(AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk
membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi
dunia serta serta menciptakan pasar
regional bagi 500 juta penduduknya. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade
Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk
membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi
dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat
menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Perkembangan
terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan
semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia,
Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar
dan Vietnam pada tahun 2015.
Dalam
masalah perdagangan, (AFTA) secara terus menerus melakukan berbagai pengurangan
tarif terhadap berbagai komoditas. Untuk mendorong ekspor, ASEAN membuka ASEAN Trade Promotion Center di Rotterdam dan Tokyo. Pada dasarnya ke
sepuluh Negara ASEAN ini memiliki tingkat ekonomi, Sumber Daya Manusia dan
perkembangan teknologi yang berbeda. Hal inilah yang mendasari ASEAN pada
akhirnya membentuk ASEAN Free Trade Area
(AFTA) pada tahun 1992, dengan penurunan tarif perdagangan hingga mencapai 0-5% pada tahun 2002.
Selain itu, ASEAN juga membentukFree Trade Area (FTA) secara bilateral dengan
Negara-negara di Asia Pasifik lainnya. ASEAN lalu melihat potensi perdagangan
pada Cina. Perekenomian Cina bisa dikatakan sebagai salah satu yang terkuat dan
berpengaruh di dunia. Hal ini terlihat dari masih stabilnya perekonomian Cina walaupun dimasa krisis
global yang melanda dunia saat itu. Dengan
pertimbangan inilah ASEAN akhirnya memutuskan untuk bekerja sama dengan
Cina dalam bidang perdagangan dengan
harapan bahwa kekuatan ekonomi Cina bisa memberikan manfaat bagi Negara-negara ASEAN dan nantinya juga
akan membuat perekonomian di Negara-negara ASEAN ikut berkembang. Cina pun
melihat dan menyadari bahwa ASEAN merupakan sebuah pasar besar yang sangat
potensial, sehingga Cina yang bisa dikatakan sangat aktif dalam memproduksi
barang, melihat sebuah peluang bahwa dengan adanya perjanjian kerjasama dalam
perdagangan ini akan memudahkan Cina untuk mengekspor barang-barangnya ke
Negara-negara ASEAN karena tarif biaya
masuk bisa mencapai 0% sehingga akan sangat mudah bagi ASEAN-Cina untuk
melakukan ekspor dan impor.
Tahun
2001 China mengusulkan atas perdagangan bebas antar kawasan ASEAN dan China.
China menginginkan suatu kawasan perdagangan bebas yang akhirnya dikenal dengan
ACFTA (ASEAN China Free Trade Area). Kesepakatan ACFTA ini di tandatangani pada
tahun 2001 pada KTT ASEAN di Vietnam, Laos. Apabila kerja sama ACFTA ini dapat
diberlangsungkan maka hambatan tarif dan non-tarif akan di tarik dari
negara-negara tersebut., Rencana ASEAN China Free Trade Area (ACFTA ) ini di
prioritaskan pada bidang- bidang pertanian, teknologi informasi dan investasi.
Salah satu contoh nyata dari kerjasam ACFTA ini adalah dalam bidang ekspor dan
impor produk khususnya produk pertanian, yaitu
jika tarif lebih dari 600 produk yang meliputi dari 10 % dari seluruh
produk yang diperdagangkan diantara kedua belah pihak telah diturunkan hingga 0
%. Hal ini dilakukan Cina beberapa tahun
sebelum Negara ASEAN melakukan hal yang sama dan membuka pasar mereka bagi produk ekspor Cina Menurut Rudolfo
Soverno mantan Sekjen ASEAN, ACFTA akan memberikan dampak secara keseluruhan
bagi kedua belah pihak. Apabila liberalisasi perdagangan atas barang dan jasa
yang direncanakan akan terwujud pada tahun 2012, maka area ini akan menjadi
sebuah kawasan perdagangan bebas
terbesar di dunia denganperkiraan total 1,23 Triliun dolar.
Perkembangan
ekonomi Cina tampaknya tidak terbendung untuk menjadi perekonomian terbesar di
dunia dalam dua atau tiga dekade ke depan. Harga produk yang murah dan
jenis produk yang bervariasi serta
dukungan penuh pemerintah Cina membuat produk Negara lain sangat sulit untuk
bersaing. Pemerintah Amerika Serikat pun pada mulanya berupaya melindungi perekonomian dalam negerinya dan berusaha menekan
Cina, antara lain untuk membiarkan mata uang renminbi menguat dan mengurangi
surplus perdagangan. Dalam perkembangannya Amerika Serikat harus realistis
bahwa Cina tidak dapat lagi ditekan dan lebih baik bekerjasama dalam memulihkan
perekonomian dunia dari krisis global.
Tahun
2015 adalah awal diberlakukannya perdagangan bebas Asean, dalam bingkai
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)/Asean Economic Community(AEC). Dengan platform
baru yang hampir menyerupai Masyarakat Ekonomi Eropa/EU, Asean diharapkan akan
segera memiliki akses Ekonomi dan diplomasi yang lebih terbuka, solid, merata
dan menguntungkan.
Peran
serta rakyat di masing-masing negara anggota akan terus didorong untuk menjadi
perekat utama Asean sebagai wilayah ekonomi yang semakin borderless. Ada
kekhawatiran yang logis menghinggapi para anggotanya. Meskipun ide ini dianggap
sebagai jawaban atas tuntutan zaman, namun secara tidak langsung juga akan
menggambarkan persaingan yang semakin terbuka. Tidak adanya harmoni dalam hal
penerapan subsidi dan pengenaan subsidi terhadap sektor-sektor atau komoditas
tertentu, tidak adanya keseragaman terhadap besaran pajak dan pengenaan pajak
pada sektor-sektor atau komoditas tertentu, serta adanya disparitas tingkat
suku bunga perbankan yang cukup jauh antara negara anggota, telah menjadi salah
satu pemicu lahirnya kekhawatiran beberapa kalangan.
Sebagai contoh, Malaysia menerapkan
suku bunga perbankan sebesar 2%, sedangkan Indonesia pada kisaran 10-13%.
Kondisi ini melahirkan kekhawatiran di pihak Indonesia yang merasa terancam
sektor manufaktur dan sektor-sektor riil lainnya. Namun Malaysia juga merasa
khawatir akan mengeluarkan subsidi yang lebih besar lagi, ketika produk-produk
yang selama ini dikenakan subsidi mulai berdatangan dari negara Asean lainnya.
Pasar tenaga kerja yang murah di Vietnam, Philipine dan Indonesia, adalah
kegusaran negara-negara Asean yang minim penduduknya, seperti Malaysia dan
Singapore. Selain itu, dengan tingkat suku bunga yang tinggi di Indonesia,
sangat dikhawatirkan terjadinya outflow dana masyarakat dari negara-negara
Asean yang menerapkan suku bunga rendah ke Indonesia yang bersuku bunga tinggi.
Bagi Indonesia, hal ini sangat
memungkinkan terjadinya fenomena kelebihan likuiditas, mengingat pelaku
industri dalam negeri lebih memilih negara yang bersuku bunga rendah.
Stabilitas Rupiah akan kembali terancam, sedangkan respon pemerintah dalam
menggiatkan pembangunan infrastruktuf masih sangat minim, sehingga iklim usaha
biaya tinggi akan menjadi momok bagi perekonomian Indonesia. Satu hal yang
menjadi modal penting, kita masih memiliki potensi SDA yang relatif lebih besar
jika dibandingkan dengan negara lainnya. Selain itu, pasar domestik yang luas
akan menjadi gambaran umum bagi wajah pasar Asean secara keseluruhan.
Pada tahap awal memang diyakini akan
mengalami instabilitas di semua negara anggota sebelum akhirnya wujud
masyarakat ekonomi Asean ini sendiri menemukan wujud dan bentuk yang wajar dan
semestinya. Hal yang perlu dicermati adalah kekuatan yang akan lahir manakala
masyarakat Asean ini telah menjadi satu. Asean akan menjadi sebuah wilayah
ekonomi yang dihuni oleh lebih dari setengah miliar penduduk bumi, yang akan
menempatkannya sebagai wilayah ketiga terbesar di dunia setalah China dan
India.
Indonesia diprediksi akan mendapat
bonus di tahun 2020-2030. Bonus tersebut adalahBonus Demografi, dimana penduduk
dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia
lanjut belum banyak. Jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030
akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang
tidak produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun ). Dilihat dari
jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif
hanya 60 juta.
Bonus demografi ini tentu akan
membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka
ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung
penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan
mencapai 44 per 100 penduduk produktif.
Hal ini sejalan dengan laporan PBB,
yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara Asia lainnya, angka
ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun sampai 2020. Tentu saja ini
merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan
menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi
ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan. Namun berkah ini bisa berbalik menjadi bencana
jika bonus ini tidak dipersiapkan kedatangannya. Masalah yang paling nyata
adalah ketersedian lapangan pekerjaan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah
negara kita mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung 70% penduduk
usia kerja di tahun 2020-2030? Kalau pun lapangan pekerjaan tersedia, mampukah
sumber daya manusia yang melimpah ini bersaing di dunia kerja dan pasar
internasional?
BAB II
PEMBAHASAN
I. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA)
I.1. Lahirnya AFTA
Pada pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN (ASEAN Summit)
ke-4 di Singapura pada tahun 1992, para kepala negara mengumumkan pembentukan
suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun.
I.2. Tujuan AFTA
I.3. Manfaat dan Tantangan AFTA bagi Indonesia
Manfaat :
Tantangan :
I.4 Jangka
Waktu Realisasi AFTA
I.5. Kriteria Suatu Produk Untuk Menikmati Konsesi
CEPT
·
Memenuhi
ketentuan asal barang (Rules of Origin), yaitu cumulative ASEAN Content lebih
besar atau sama dengan 40%.
I.6. Beberapa istilah dalam CEPT-AFTA
·
Inclusion
List (IL) :
daftar yang memuat cakupan produk yang harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
o
Produk
tersebut harus disertai Tarif Reduction Schedule.
o
Tidak
boleh ada Quantitave Restrictions (QRs).
o Non-Tarif Barriers (NTBs) lainnya harus dihapuskan
dalam waktu 5 tahun.
·
Temporary
Exclusion
(TEL) : daftar yang memuat cakupan produk yang sementara dibebaskan dari
kewajiban penurunan tarif, penghapusan QRs dan NTBs lainnya serta secara
bertahap harus dimasukkan ke dalam IL.
·
Sensitive
List (SL) :
daftar yang memuat cakupan produk yang diklasifikasikan sebagai Unprocessed
Agricultural Products. Contohnya beras, gula, produk daging, gandum,
bawang putih, dan cengkeh, serta produk tersebut juga harus dimasukkan ke
dalam CEPT Scheme tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama.
Contohnya Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand harus
telah memasukkan produk yang ada dalam SL ke dalam IL pada tahun 2010,
Vietnam pada tahun 2013, Laos dan Myanmar pada tahun 2015, serta Kamboja pada
tahun 2017.
·
General
Exception (GE)
List : daftar yang memuat cakupan produk yang secara permanen tidak
perlu untuk dimasukkan ke dalam CEPT Scheme dengan alas an keamanan
nasional, keselamatan/kesehatan umat manusia, binatang dan tumbuhan, serta
pelestarian objek arkeologi, dan sebagainya (Article 9b of CEPT Agreement).
Contohnya antara lain senjata, amunisi, da narkotika. Produk Indonesia dalam
GE List hingga saat ini sebanyak 96 pos tarif.
I.7. Jadwal Penurunan dan atau Penghapusan Tarif Bea
Masuk
a. Inclusion List
b. Non Inclusion list
§
TEL
harus dipindah ke IL
§
GEL
dapat dipertahankan apabila konsisten dengan artikel 9 CEPT Agreement,
yaitu untuk melindungi :
§
Keamanan
Nasional
§
Moral
§
Kehidupan
Manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan dan kesehatan
§ Benda-benda seni, bersejarah dan
purbakala
IIII.
ASEAN-China Free Trade Area
IIII II.1 ASEAN-China Free Trade Area
(ACFTA) merupakan suatu bentuk
kesepakatan atau perjanjian kerjasama
antara Negara-negara anggota ASEAN dengan Cina untuk mewujudkan kawasan
perdagangan bebas yaitu dengan cara mengurangi atau menghilangkan
hambatan-hambatan perdagangan barang, baik dalam bentuk tarif maupun
non-tarif, peningkatan dalam bidang pasar jasa, investasi sekaligus
peningkatan aspek kerjasama ekonomi dalam rangka mendorong dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Cina. Perjanjian Perdagangan Bebas antara
Negara ASEAN dengan Cina ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2010, walaupun
sebenarnya perjanjian ini telah ditandatangani sejak 2002.
II.2 Tujuan ACFTA
Tujuan dibentuknya ACFTA ini sendiri
adalah untuk meliberalisasi secara progresif
perdagangan barang dan jasa yang ada dikawasan ASEAN dan Cina. Mereka
ingin menciptakan suatu sistem yang transparan dimana nantinya akan
memudahkan Negara-negara anggota untuk
berinvestasi di Negara lain. Tujuan lain dari dibentuknya ACFTA
sendiri adalah untuk memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif
antara Negara-negara ASEAN. Tetapi, sebenarnya perjanjian ini juga mempunyai
manfaat bagi Indonesia sendiri. Dengan perjanjian ini, akses pasar produk
pertanian dari Indonesia ke Cina terbuka pada tahun 2004.
Selain itu, Indonesia juga mendapatkan
40% dari Normal Track yang diturunkan
sesuai dengan perjanjian kerjasama ini. Dilain pihak, perjanjian ini
bertujuan untuk membuat Negara yang masuk dalam perjanjian ini akan saling mendapatkan
keuntungan sehingga nantinya akan muncul saling ketergantungan atau interdependensi
antar Negara-negara anggota dalam perjanjian ini. Ditambah lagi perjanjian
ini dilaksanakan disaat krisi global, sehingga dengan dilakukan pasar bebas
ini diharapkan mampu memulihkan keadaan ekonomi di Negara-negara ASEAN yang
pada saat itu terkena dampak dari krisis global. ASEAN-China FTA sendiri
memiliki dampak positif, dimana akan terbangun blok perekonomian regional yang kuat sebagai
balance of power bagi blok Uni Eropa
dan Amerika Utara dimana Indonesia berada dalam kekuatan tersebut. Lalu akan
terjadi peningkatan output di
Negara-negara ASEAN yang pada akhirnya akan mendorong peningkatakan
daya saing industri dalam negeri lewat efisiensi dan pembenahan struktur
biaya.
II.3. Dampak Negatif ACFTA
Porsi terbesar (91 persen) penerimaan
pemerintah atas laba BUMN saat ini berasal dari BUMN sektor pertambangan,
jasa keuangan dan perbankan dan telekomunikasi. BUMN tersebut membutuhkan
impor barang modal yang cukup signifikan dan dapat menjualsebagian produknya
ke pasar Cina. Dari sisi konsumen atau masyarakat, kesepakatan ini memberikan
angin segar karena membuat pasar dibanjiri oleh produk-produk dengan harga
lebih murah dan banyak pilihan.
Dengan demikian akan berdampak pada
meningkatnya daya beli masyarakat sehingga diharapkan kesejahteraan pun dapat
ditingkatkan. Indonesia meratifikasi Framework Agreement ACFTA ini dalam
Keputusan Presiden No.48 Tahun.2004 yaitu tepatnya pada tanggal 15 Juni
2004. Namun, kesepakatan tersebut
justru membuat industri lokal gelisah. Hal ini dikarenakan industri lokal
dinilai belum cukup siap menghadapi serbuan produk-produk China yang berharga
murah. Produk-produk dalam negeri masih memiliki biaya produksi yang cukup
tinggi sehingga harga pasaran pun masih sulit ditekan. Keadaan ini
dikhawatirkan akan memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) dikarenakan
ditutupnya perusahaan dalam negeri akibat kalah bersaing.
Dampak Negatif ACFTA adalah sebagai berikut:
1. Serbuan
produk asing terutama dari Cina dapat mengakibatkan kehancuransektor-sektor
ekonomi yang diserbu. Padahal sebelum tahun 2009 saja Indonesia telah
mengalami proses deindustrialisasi (penurunan industri). Berdasarkan data
Kamar dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, peran industry pengolahan
mengalami penuruna dari 28,1% pada 2004 menjadi 27,9% pada 2008.
Diproyeksikan 5 tahun kedepan penanaman modal di sektor industri pengolahan
mengalami penurunan US$ 5miliar yang sebagian
besar dipicu oleh penutupan sentra-sentra usaha strategis IKM(industri
kecil menegah). Jumlah IKM yang terdaftar pada Kementrian Perindustrian tahun
2008 mencapai 16.806 dengan skala modal Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar.
2. Pasar
dalam negeri yang diserbu produk asing dengan kualitas dan harga yang sangat
bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari produsen
di berbagai sektor ekonomi menjadi importir atau pedagang saja.
Sebagaicontoh, harga tekstil dan produk tekstik (TPT) Cina lebih murah antara
15% hingga25%. Hal yang sangat memungkinkan bagi pengusaha lokal untuk
bertahan hidup adalah bersikap pragmatis, yakni dengan banting setir dari
produsen tekstil menjadi importer tekstil China atau setidaknya perdagangan
tekstil. Gejala inilah yang mulai tampak sejak awal tahun 2010. Misal, para
pedagang jamusangat senang dengan
membanjirnya produk jamu Cina secara legal yang harganyamurah dan dianggap
lebih manjur dibandingkan dengan jamu lokal. Akibatnya, produsen jamu lokal terancam gulung tikar.
3. Karakter
perekomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan lemah.Segalanya
bergantung pada asing. Bahkan produk “tetek bengek” seperti jarum sajaharus
diimpor.
4. Data
menunjukkan bahwa tren pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia ke Cina sejak
2004 hingga 2008 hanya 24,95%, sedangkan tren pertumbuhan ekspor Cina ke
Indonesiamencapai 35,09%. Kalaupun ekspor Indonesia bisa digenjot, yang
sangat mungkin berkembang adalah ekspor bahan mentah, bukannya hasil olahan
yang memiliki nilai tambah seperti ekspor hasil industri. Pola ini malah
sangat digemari oleh Cina yangmemang sedang“haus” bahan mentah dan sumber
energi untuk menggerakkan ekonominya.
5. Peranan
produksi terutama sektor industri manufaktur dan IKM dalam pasar nasional akan terpangkas dan
digantikan impor. Dampaknya, ketersediaan lapangankerja semakin menurun.
Padahal setiap tahun angkatan kerja baru bertambah lebih dari 2 juta orang,
sementara pada periode Agustus 2009 saja jumlah pengangguran terbuka
diIndonesia mencapai 8,96 juta orang.
Masalah yang paling
dikhawatirkan adalah pengaruh ACFTA terhadap keberlangsungan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang berkonsentrasi
pada pasar dalam negeri. Tentu UKM tersebutlah yang paling parah terkena
imbas dengan membanjirnya produk-produk China.
III. Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA)
III.1. Masyarakat Ekonomi Asean
Persaingan di bursa tenaga kerja
akan semakin meningkat menjelang pemberlakuan pasar bebas Asean pada akhir
2015 mendatang. Ini akan mempengaruhi banyak orang, terutama pekerja yang
berkecimpung pada sektor keahlian khusus. Berikut lima hal yang perlu Anda
ketahui dan antisipasi dalam menghadapi pasar bebas Asia Tenggara yang
dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
1. Apa
itu Masyarakat Ekonomi Asean ?
Lebih dari satu
dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di
kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang. Ini dilakukan agar daya
saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik
investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan. Pembentukan
pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini
nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke
negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin
ketat.
2. Bagaimana
Pengaruhnya
Berbagai profesi
seperti tenaga medis boleh diisi oleh tenaga kerja asing pada 2015 mendatang.
Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa,
tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara,
akuntan, dan lainnya.
3. Apakah
tenaga kerja Indonesia bisa bersaing dengan negara Asia Tenggara lain?
Sejumlah pimpinan
asosiasi profesi mengaku cukup optimistis bahwa tenaga kerja ahli di
Indonesia cukup mampu bersaing. Ketua Persatuan Advokat Indonesia, Otto
Hasibuan, misalnya mengatakan bahwa tren penggunaan pengacara asing di
Indonesia malah semakin menurun. Di sektor akuntansi, Ketua Institut Akuntan Publik
Indonesia, mengakui ada kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum
menyadari adanya kompetisi yang semakin ketat.
4. Bagaimana
Indonesia mengantisipasi arus tenaga kerja asing?
Salah satu aspek
penting yang perlu disiapkan dengan cepat bangsa ini adalah SDM yang
kompeten. Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Para tenaga kerja dari negara MEA yang
memiliki kompetensi kerja yang lebih tinggi, tentunya akan memiliki
kesempatan lebih luas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di dalam MEA.
Dengan demikian, kita harus berusaha dengan sunguh-sunguh untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara
lain, khususnya di kawasan ASEAN. Meningkatkan kualitas SDM harus diarahkan
pada penguasaan iptek untuk menopang kegiatan ekonomi agar lebih kompetitif.
Pemenuhan SDM yang berkualitas dan unggul karena menguasai iptek, akan
berpengaruh terhadap struktur industri di masa depan. Dan apabila sasaran di
atas bisa dipenuhi, akan semakin kuat basis industri yang sedang dibangun dan
dikembangkan di Indonesia, yang pada gilirannya akan mendorong transformasi
struktur ekonomi secara lebih cepat. Namun salah satu senjata utama yang kita
punya untuk memenangkan persaingan MEA ini adalah generasi muda bangsa
Indonesia. Pemerintah Indonesia harus fokus untuk memoles generasi muda
bangsa ini. Daya saing harus ditingkatkan, menciptakan lebih banyak tenaga
kerja yang ahli (skilled labor), berikan perhatian lebih pada generasi muda
yang mempunyai potensi besar namun kekurangan dalam segi ekonomi. Salah satu
solusinya tarik semua sumber daya manusia yang bekerja diluar negeri dan
berikan posisi strategis di industri maupun pemerintahan Indonesia dan
berikan bantuan ekonomi pada generasi muda yang memiliki potensi, agar mampu
dan terus kreatif.
5. Apa
keuntungan MEA bagi negara-negara Asia Tenggara?
Riset
terbaru dari Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO menyebutkan pembukaan pasar
tenaga kerja mendatangkan manfaat yang besar. Selain dapat menciptakan jutaan
lapangan kerja baru, skema ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan 600 juta
orang yang hidup di Asia Tenggara. Pada 2015 mendatang, ILO merinci bahwa
permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta.
Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38
juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta. Namun
laporan ini memprediksi bahwa banyak perusahaan yang akan menemukan
pegawainya kurang terampil atau bahkan salah penempatan kerja karena
kurangnya pelatihan dan pendidikan profesi.
III.2. Menakar Kesiapan Menghadapi
Masyarakat Ekonomi Asean 2015
Dua tahun lagi bukanlah waktu
yang lama untuk mempersiapkan diri menuju terwujudnya Masyarakat Ekonomi
ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC)
2015. Jika tak cepat-cepat sadar, bangsa Indonesia dikhawatirkan hanya
akan menjadi sapi perah bagi negara-negara ASEAN lainnya yang lebih siap
menjual produknya, baik barang dan jasa, maupun tenaga kerjanya.
Sejumlah kementerian menyatakan
optimistis mampu menyongsong AEC dengan tegap. Salah satunya ditunjukkan
dengan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri
Nasional. Di situ disebutkan, Indonesia bakal menjadi Negara industri yang
tangguh pada 2025. Pada 2020, akan dicanangkan Indonesia menjadi negara
industri maju baru. Hal itu merujuk Deklarasi Bogor 1995 menyangkut
liberalisasi pasar bebas di negara-negara kawasan Asia Pasifik (APEC).
Bahkan,
pada 2020, kontribusi industri non-migas ditargetkan mampu mencapai 30%
terhadap PDB. Selama kurun waktu 2010 sd 2020 industri harus tumbuh rata-rata
9,43% dengan pertumbuhan industri kecil (IK), industri menengah (IM), dan
industri besar (IB) masing-masing minimal sebesar 10,00%, 17,47%, dan 6,34%.
Upaya terukur yang harus dilakukan antara lain adalah meningkatkan nilai
tambah industri, menguatkan pasar dalam dan luar negeri, meningkatkan
kemampuan inovasi dan teknologi industri yang hemat energi dan ramah
lingkungan.
Kementerian
Perindustrian telah menetapkan dua pendekatan, pertama mengembangkan 35
klaster industri prioritas. Kedua, menetapkan kompetensi inti industri daerah
yang merupakan keunggulan daerah. Ke-35 kluster industri prioritas di daerah
itu meliputi; pertama, industri agro dalm bentuk pengolahan kelapa sawit,
industry karet, industry kakao, industry pengolahan kelapa, industri
pengilahan kopi, gula, tembakau, buah-buahan, furniture, ikan, kertas, dan
pengolahan susu. Kedua, industri alat angkut yang meliputi industry kendaraan
bermotor, perkapalan, kedirgantaraan, dan perkeretaapian. Ketiga, industri
elektronika dan telematika yang meliputi industrii elektronika, ,
telekomunikasi, dan komputer. Keempat, industri manufaktur yang terdiri atas
industri material dasar, industri besi baja, semen, petrokimia, dan keramik.
Lalu, industri permesinan untuk industri peralatan listrik dan mesin listrik,
industri manufaktur padat karya , maupun industry kecil dan menengah tertentu
yang meliputi batu mulia dan perhiasan, garam rakyat, gerabak dan keramik,
minyak atsiri, dan makanan ringan. Industri tersebut menyebar di 18 provinsi dari Aceh hingga Papua.
Sementara
itu, Kementerian Koperasi dan UKM sudah mengembangkan sentra-sentra produksi
dengan konsep one village one product (OVOP). Program OVOP menciptakan produk
khas daerah tertentu di regional, yang sesuai keinginan konsumen. Program
OVOP tidak hanya mengurangi angka pengangguran, tapi juga mampu mendongkrak
pertumbuhan ekonomi nasional hingga 6,8% tahun ini dan 7% pada 2014. Target
itu dapat dicapai jika ada keberpihakan pemerintah dalam bentuk pemberian
kredit usaha rakyat (KUR), bantuan sosial, termasuk lewat program Corporate
and Social Responsibility (CSR), maupun penyaluran dana bergulir. Pemerintah
juga harus merevitalisasi pasar tradisional. Program itu sejalan dengan
kebijakan pro job, pro poor, dan pro
growth. Kementerian juga sudah mencanangkan Gerakan Kewirausahaan Nasional di
kalangan mahasiswa di 85 perguruan tinggi di 15 kota.
IV. BONUS DEMOGRAFI
IV.1. Memahami Makna Bonus Demografi
Awal Dari Komitmen Dalam Meraih Peluang Dan Kesempatan
kewajiban dan tugas bersama dari
seluruh komponen bangsa, sehingga keterlibatan berbagai lembaga dan elemen
masyarakat. Dalam kondisi ini sangat diperlukan komitmen yang tinggi dari
berbagai lembaga dan elemen masyarakat untukmeraih kesempatan ini,
keterlibatan komponen bangsa yang menyeluruh tentu sangat diperlukan, agar dapat lebih
memudahkan dan mempercepat
tercapainya tujuan tersebut,
oleh sebab itu menjadi suatu kebijakan nasional tentu merupakan satu-satunya
jalan agar program – program yang bertujuan
untuk memanfaatkan peluang bonus
demografi dapat disinergikan dan diseimbangkan.
Sebuah komitmen yang berhasil biasanya dilandasi
pada pemahaman dan pengertian akan sesuatu yang dibuat komitmen tersebut, oleh sebab itu
komitmen yang muncul dalam upaya untuk meraih peluang dengan memanfaatkan
bonus demografi ini harus didasari pada pengertian dan pemahaman yang jelas
tentang makna dan pentingnya meraih kesempatan tersebut. Dengan demikian
agar bonus demografi tersebut dapat menjadi awal komitmen dan bukan
hanya menjadi sebuah wacana saja. Maka sudah seharusnya informasi
tentang bonus demografi segera disampaikan
secaralengkap dan jelas ke seluruh komponen bangsa baik sebagai lembaga yang
berkepentingan maupun kepada komponen masyarakat secara keseluruhan.
IV.2. SEKARANG ATAU TIDAK SAMA
SEKALI
Bonus demografi menjadi pilar
peningkatan produktivitas suatu negara dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi
melalui pemanfaatan SDM produktif. Ketika angka fertilitas menurun,
pertumbuhan pendapatan perkapita untuk memenuhi kebutuhan penduduk usia
anak-anak dapat dialihkan untuk peningkatan mutu manusia. Pada saat yang
sama, jumlah anak yang sedikit membuka peluang perempuan untuk masuk ke pasar
kerja yang sekali lagi akan mendongkrak produktivitas. Berdasarkan data BPS
hasil sensus penduduk tahun 2010 angka rasio ketergantungan kita adalah 51,3%
. Bonus demografi tertinggi biasanya didapatkan angka ketergantungan berada
di rentang antara 40-50%, yang berarti bahwa 100 orang usia produktif
menanggung 40-50 orang usia tidak produktif.
Kalau dipilah ke dalam kelompok desa
dan kota, maka angka ketergantungan di perkotaan sudah mencapai angka 46,6%,
artinya sudah masuk dalam rentang “masa keemasan” bonus demografi. Sementara
untuk pedesaan masih bertengger di angka 56,3%. Yang juga menarik dari data
tersebut adalah bahwa sekitar 34% dari masyarakat kita berada di rentang usia
muda (15-35 tahun) yang sangat produktif. Kaum muda harapan bangsa inilah
yang akan menjadi engine of growth yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi
Indonesia lebih kencang lagi.
Kalau melihat negara lain, maka
negara-negara maju seperti Eropa sudah melewati masa keemasan bonus
demografi, sementara beberapa negara Asia seperti Cina kini sudah mulai
menikmatinya. Bonus demografi di negara-negara Eropa terjadi bervariasi
antara tahun 1950-2000. Cina mulai menikmati bonanza bonus demografi sejak
tahun 1990 dan akan berlangsung sampai 2015. India, hampir sama dengan kita,
mendapatkan bonus demografi sejak tahun 2010. Sementara di negara-negara
Afrika, bonus demografi bakal didapatkan hingga tahun 2045.
Pertanyaannya, apakah bonus demografi
menjadi “hak” setiap negara tanpa harus berbuat apa – apa ? Tentu saja tidak! Kalau penduduk produktif
yang berjumlah besar itu kerjanya hanya malas-malasan, maka tentu saja mereka
bukannya menjadi aset bangsa tapi justru menjadi benalu yang menggerogoti
daya saing. Kalau penduduk produktif dalam jumlah besar itu kualitasnya payah
karena cuma lulusan SD-SMP, maka mereka bukannya menjadi engine of growth
tapi sebaliknya menjadi beban karena gaji dan BBM-nya harus disubsidi
pemerintah.
Karena itu “kesempatan seabad sekali” ini
harus kita manfaatkan sebaik mungkin dengan meningkatkan kualitas SDM,
terutama kita-kita yang saat ini berada di rentang usia produktif 15-64
tahun. Yang wirausahawan harus makin canggih mengintip peluang dan mengelola
sumber daya. Yang profesional harus membangun kompetensi yang makin
kompetitif secara global. Yang buruh pabrik haruslah makin terampil dan
memiliki kualitas kerja excellent.
Itu dari sisi “hard aspect”
(kompetensi dan kapabilitas). Dari sisi “soft aspect”, kelas produktif kita
haruslah bermental positif, optimis, kreatif. Bukannya mental negatif:
memfitnah, menjatuhkan lawan, mencari-cari kesalahan orang, atau menggali kejelekkan-kejelekkan
rekan. Kalau kita tak melakukannya sekarang, kita akan kehilangan kesempatan
sekali dalam seabad. Dapat sekarang atau tidak untuk selamanya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
AFTA
Perdagangan bebas
adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar
negara tanpa pajak ekspor impor atau hambatan perdagangan lainnya. AFTA
Sendiri dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di
Singapura tahun 1992. Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi
negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar
dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota
ASEAN. Keuntungan adanya AFTA yaitu Indonesia bisa memasukkan barang dagangan
ke negara lain tanpa syarat- syarat yang susah.
Kerugian adanya AFTA
yaitu barang dari luar negeri terutama China lebih murah sehingga dapat
menyebabkan barang domestik tidak dibeli. Ujung-ujungnya PHK tenaga kerja dan
penggangguran meningkat.
2.
ACFTA
Peranan Investasi dalam
Pembangunan Perekonomian antar negara semakin berkaitan erat, keadaan ekonomi
di sebuah negara dengan cepat dan mudah merambah ke negara-negara lain. Dalam
situasi seperti sekarang globalisasi mengubah struktur perekonomian dunia
secara fundamental. Interdependensi perekonomian negara semakin erat,
keeratan interdependensi ini bukan saja berlangsung antara negara maju,
tapi juga antara negara berkembang dan
negara maju. China telah memberikan pelajaran yang sangat berharga mengenai
bagaimana seharusnya negara mampu bertindak dan berperan dalam ekonomi
politik global sekarang ini. Disini Negara mampu menainkankan perusahaan yang
efektif dalam menjaga integrasi pasar untuk selalu dalam skala relatif yang
disesuaikan dengan kondisi dan tidak menyerahkan sepenuhnya kepada totalitas
pasar. Begitupun dengan kesepakatan perdagangan bebas ACFTA dapat memperkuat
dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan penanaman modal antara
pihak-pihak yang bersangkutan sehingga membangun hubungan perdagangan yang
saling menguntungkan.
3.
Masyarakat Ekonomi Asean ( MEA )
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 bukan hanya
sekedar tempat bertemunya semua negara ASEAN tapi bisa dilihat sebagai ajang
pertandingan ekonomi. Mengenai kesiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015 mungkin banyak penilaian
bahwa Indonesia belum siap tapi terlepas dari kesiapan Indonesia
sangat mempunyai potensi dan juga modal yang kuat karena memiliki wilayah
geografis yang luas serta ditunjang dengan Sumber Daya Alam yang melimpah,
apabila dapat dikelola dengan baik bukan hal yang tidak mungkin Indonesia
menjadi pemenang di era perdagangan bebas nanti.
4.
BONUS DEMOGRAFI
Berkaca dari fakta
yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human development index
(HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada di
urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam
dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina, Thailand, Malaysia,
Brunei dan Singapura. Tingkat HDI ini terbukti dari tidak
kompetitifnya.pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar
negeri. Paling banter, pekerja Indonesia di luar negeri adalah menjadi
pembantu. Ujung-ujungnya disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri
sekali pun, pekerja indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini
ditandai dari banyaknya peluang kerja dan posisi strategis yang malah
ditempati tenaga kerja asing.
Permasalahan
pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa diselesaikan dari
sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai hal yang menjadi
berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang
mendasar: kualitas manusia. Kenyataannya pembangunan kependudukan seoalah
terlupakan dan tidak dijadikanunderlined factor. Padahal pengembangan sumber
daya manusia yang merupakan investasi jangka panjang yang menjadi senjata
utama kemajuan suatu bangsa.
Saran
1.
AFTA
Negara kita, Indonesia merupakan
salah satu anggota
ASEAN dan termasuk kedalam AFTA yang dibentuk oleh ASEAN sendiri.
Untuk itu, kita harus
membantu mewujudkan cita-cita
atau tujuan dari
AFTA itu sendiri. Karena bagaimanapun, tujuan tersebut akan membantu
memajukkan ekonomi dari perdagangan dari luar maupun dalam Indonesia. Namun
tidak semua tujuan AFTA mengguntungkan bagi bangsa indonesia. Barang dari
luar Indonesia dengan adanay AFTA ada yang masuk dengan harga lebih murah
dibandingkan dengan barang dalam negeri. Maka kita sebagai generasi penerus
harus dapat membuat suatu solusi untuk mencari jalan keluar yang terbaik agar
tujuan AFTA selalu berdampak positif bagi indonesia
2.
ACFTA
Pemerintah
perlu melakukan kajian apakah kesepatan perdagangan ini lebih banyak
merugikan ataukah menguntungkan, mengingat pasar Indonesia yang dibanjiri
oleh produk dari China. Perdagangan bebas ini jangan sampai membuat
perusahaan Indonesia akan tutup akibat tidak mampu bersaing dengan
produk-produk dari China.
3. Masyarakat Ekonomi Asean ( MEA
)
Sebaiknya Indonesia
menerapkan redenominasi karena banyak manfaat yang bisa diambil terutama
terhadap penyetaraan ekonomi Indonesia dalam menghadapi era MEA 2015. Untuk
kesuksesan akan hal ini diperlukan adanya dukungan yang kuat dari seluruh
lapisan masyarakat, baik dari pemerintah, parlemen, otoritas terkait , maupun
pelaku bisnis. Selain itu, pemerintah juga sebaiknya membuat landasan hukum
yang kuat untuk redenominasi.
Dari sisi lain kita
harus menghilangkan keraguan dan kekhawatiran mengenai kurang siapnya SDM di
Indonesia, Infrastruktur, serta ketakutan akan matinya sektor usaha khususnya
kelas mikro, kecil dan menengah. Semua itu mempunya jalan keluar yang
sudah bisa direalisasikan hanya butuh
kesadaran, komitmen, fokus dan kerja keras dari semua pihak untuk
bersama-sama mensukseskan program ini, sehingga Indonesia akan mendapatkan
manfaat lebih banyak yang tercermin dari tumbuh pesatnya pembangunan ekonomi
di Indonesia.
4.
BONUS DEMOGRAFI
Pemerintah
harus mampu menjadi agent of development dengan cara memperbaiki mutu modal
manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan komunikasi, serta
penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa dengan memberikan keterampilan
kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak hanya bergantung pada
ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu
sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga ketersediaan lapangan
pekerjaan, menjaga aset-aset Negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing
yang pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja.
Bukan
hanya pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama pembangunan
mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan
aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri.
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
3. http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA
4. http://www.academia.edu/9130923/Kebijakan_Indonesia_menghadapi_ACFTA
|